Suku Baduy
Mengenal Suku Baduy, Suku Asli Sunda yang Bersahabat dengan Alam
Suku Baduy – Indonesia adalah negara yang istimewa. Tidak seperti kebanyakan negara yang hanya terdiri dari satu ras atau suku saja, Indonesia terdiri dari beragam suku dan ras yang menghuni Sabang sampai Merauke.
Mayoritas suku di Indonesia memang sudah hidup modern di daerah judi casino. Namun, tidak sedikit juga yang lebih memilih untuk tetap mempertahankan budaya nenek moyang dan hidup sederhana tanpa menyentuh kecanggihan teknologi. Beberapa suku di Indonesia bahkan memilih untuk tinggal di hutan belantara atau tempat yang jauh dari keramaian kota, dan Suku Baduy adalah salah satunya.
Suku Baduy memang tidak tinggal di hutan layaknya suku-suku lain yang ada di Indonesia. Alih-alih hutan, mereka tinggal di perkampungan yang jauh dari keramaian kota. Bedanya, kamu tidak harus berkunjung ke tempat mereka tinggal hanya untuk bertemu dengan orang-orang dari Baduy.
Pasalnya, tidak seperti kebanyakan suku lain yang menolak untuk keluar dari wilayah mereka tinggal dan menolak pendatang, Suku Baduy seringkali keluar dari wilayah tempat mereka tinggal dan berjalan di wilayah perkotaan. Tidak jarang kita yang tinggal di wilayah Jabodetabek melihat mereka di jalanan dengan pakaian hitam-hitam, berjalan tanpa alas kaki, menenteng tas kain sederhana dan menjajakan madu atau untuk mengunjungi sanak saudara.
Meski begitu, tidak semua orang di Indonesia mengenal Suku Baduy. Banyak orang yang tinggal di luar daerah Jabodetabek atau Pulau Jawa mungkin asing dengan suku satu ini. Kalau kamu adalah salah satunya, yuk kenalan dengan suku Indonesia yang satu ini.
Asal-Usul Suku Baduy
Kamu yang domino 88 di luar wilayah Jabodetabek, mungkin penasaran dengan Suku Baduy. Mengingat kamu tidak tinggal di wilayah Banten atau sekitar Jabodetabek, maka kamu jadi tidak memiliki kesempatan untuk bertemu dengan mereka. Suku Baduy adalah sebuah suku etnis Sunda yang mendiami wilayah Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Sama seperti kebanyakan suku lainnya di Indonesia, Suku Baduy hidup berdampingan dengan alam sekitarnya. Meski tidak tinggal di hutan, orang-orang Baduy sangat menghargai hutan yang telah memberikan kehidupan bagi mereka.
Asal-usul nama ‘Baduy’ sendiri masih simpang siur hingga sekarang, mengingat ada banyak versi yang beredar seputar penamaan Suku Baduy. Konon nama ‘Baduy’ diberikan oleh orang Belanda yang pernah menjajah Indonesia.
Kisah ini bermula ketika orang Belanda bertemu dengan orang-orang Baduy di Tanah Sunda. Karena orang Baduy saat itu hidup berpindah-pindah, orang Belanda lantas menyamakannya dengan Suku Bedouin di Jazirah Arab yang juga suka hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Cerita lain menyebutkan, nama Suku Baduy berasal dari nama sebuah sungai di utara Desa Kanekes. Sungai ini bernama Sungai Cibaduy, dan karena orang-orang ini tinggal disekitar sungai, maka orang-orang luar mulai menyebut mereka dengan sebutan Suku Baduy.
Menariknya, orang-orang ini tidak pernah menyebut diri mereka sendiri sebagai Suku Baduy, melainkan Urang Kanekes alias Orang Kanekes. Orang-orang Baduy percaya jika mereka adalah keturunan Batara Cikal, salah satu dewa yang diutus ke Bumi untuk menjaga harmoni di dunia.
Kisah lain menyebutkan bahwa Suku Baduy adalah warga Kerajaan Padjajaran yang memilih untuk mengasingkan diri ke Pegunungan Kendeng. Semua bermula ketika Putra Sunan Gunung Jati yang bernama Maulana Hasanuddin mendirikan Kesultanan Banten pada abad ke 16. Pada tahun 1570, raja kedua dari Kesultanan Banten yang bernama Maulana Yusuf berhasil mengalahkan Kerajaan Padjajaran yang berpusat di Bogor, Jawa Barat.
Sayangnya, disaat mayoritas rakyat Padjadjaran memutuskan untuk masuk Islam, sebagian lainnya memilih untuk mempertahankan agama nenek moyang dan kabur ke Pegunungan Kendeng dan tinggal di sana hingga hari ini.
Golongan Suku Baduy
Tidak seperti kebanyakan suku Indonesia yang terdiri dari satu golongan yang mendiami satu wilayah yang sama, orang-orang dari Suku Baduy berbeda. Meski sama-sama orang Baduy dan domino 88 di wilayah Pegunungan Kendeng, Suku Baduy terbagi menjadi dua golongan yakni Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar.
Perbedaan Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar
1. Warna Pakaian
Bagi orang luar yang belum mengenal mereka, mungkin tidak akan menemukan perbedaan yang mencolok di antara keduanya. Padahal sebenarnya, dua golongan ini memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan yang pertama yang paling mencolok dapat dilihat dari warna berpakaian mereka.
Orang Baduy Luar biasanya memakai pakaian berwarna hitam atau biru tua. Sedangkan orang Baduy Dalam memilih pakaian berwarna putih.
2. Makna Warna Baju
Perbedaan warna pakaian ini sebenarnya juga memiliki makna sendiri. Pakaian Suku Baduy Luar yang sering dipakai berwarna hitam atau biru yang berarti kesederhanaan.
Pakaian orang Baduy Dalam yang berwarna putih melambangkan kesucian sekaligus tanda bahwa mereka masih tetap teguh memegang adat istiadat nenek moyang mereka dan menolak kehadiran teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Orang Baduy Dalam sangat tertutup dan menggantungkan hidupnya kepada alam.
3. Keterbukaan Terhadap Budaya Luar
Dibandingkan dengan orang Baduy Dalam, orang Baduy Luar sudah lebih terbuka dengan budaya luar. Mereka mulai mandi menggunakan sabun, menggunakan barang elektronik, bahkan dengan senang hati menerima turis asing yang datang berkunjung, dan mengizinkan turis-turis ini untuk menginap di rumah mereka.
4. Letaknya
Orang Baduy Luar tinggal di lima puluh kampung yang tersebar di berbagai wilayah kaki Gunung Kendeng. Sedangkan orang Baduy Dalam tinggal di tiga kampung dan dipimpin oleh ketua adat yang dikenal dengan sebutan Pu’un. Kampung-kampung tersebut adalah Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo yang terpisah dari kampung Baduy Luar.
Agama yang Dianut oleh Masyarakat Suku Baduy
Doa-doa agama Sunda Wiwitan bisa ditemukan di kitab yang menjadi pegangan hidup mereka. Kitab ini dikenal dengan nama Kitab Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Kitab Sanghyang Siksa Kandang berisi ajaran keagamaan yang dianut oleh nenek moyang mereka di zaman Kerajaan Sunda ratusan tahun yang lalu.
Komentar
Posting Komentar